Kamis, 01 Oktober 2009

SEBUAH RENUNGAN TENTANG PENGAMPUNAN (kristiani)


Pengampunan adalah perintah Allah, “sabarlah kamu seorang akan yang lain dan ampunilah seorang akan yang lain. Apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuatlah juga demikian” (Kolose 3:13).
Menjalin kembali hubungan dengan mereka yang terpisah dari kita apalagi disebabkan karena suatu persoalan atau pertengkaran memang akan mengalami kesulitan. Tetapi bukan berarti tidak bisa. Betapapun cara kita melakukannya, kita harus berusaha sedapat-dapatnya untuk memulihkan persekutuan dengan orang-orang yang mungkin telah lama terpisah dengan kita.

Kisah berikut ini yang saya baca dalam sebuah artikel yang menceritakan tentang pengampunan yang berdampak kepada pemulihan dan kedamaian dalam keluarga.

Ada suatu keluarga yang mengalami hal ini. Mereka adalah keluarga yang takut akan Tuhan. Tetapi mereka diizinkan Tuhan untuk mengalami suatu masalah dalam keluarga yang seharusnya bisa membuat mereka tidak mengampuni apa yang telah dilakukan oleh Ayah mereka. Tetapi karena mereka takut akan Tuhan dan percaya bahwa hanya dengan mengampuni, mereka akan tetap hidup dalam suasana damai sejahtera.
"Tujuh belas tahun yang silam, tanpa sebab yang jelas Ayah meninggalkan kami. Pada waktu itu saya baru berumur lima Tahun. Saya tinggal bersama dengan Ibu dan kakak perempuan saya.
Sebelum Ayah pergi, ibu hanya tinggal di rumah mengurus kami berdua sebagai Ibu rumah tangga yang baik, meskipun sebenarnya ia adalah seorang sarjana ekonomi. Ayah memang tidak mengijinkan Ibu bekerja, karena penghasilan Ayah saja sudah mencukupi kebutuhan kami sekeluarga, bahkan kami bisa membeli sebuah sepeda motor.
Saya tidak pernah mengira kalau Ayah akan meningalkan kami. Saya tahu persis Ayah dan Ibu tidak pernah bertengkar. Mereka rajin beribadah kepada Tuhan. Setiap hari minggu Ayah selalu mengajak kami semua untuk pergi ke gereja. Dan setiap malam sebelum kami beranjak tidur, Ayah selalu mengajak kami untuk bersaat teduh dan berdoa bersama.
Sampai suatu hari Ayah meninggalkan kami tanpa sebab yang jelas. Tak ada pesan. Tak ada ciuman seperti biasanya bila ia akan meninggalkan kami. Kami sangat bingung dan kuatir. Ibu bertanya kepada teman-teman kantor Ayah dan juga para saudara, tetapi mereka juga tidak tahu kemana Ayah pergi. Setiap senja kami menunggu kalau-kalau Ayah pulang, namun kami selalu teridur dengan rasa kecewa.
Waktu beralu demikian berat tanpa kehadiran seorang Ayah yang baik dan penuh perhatian. Ibu memutuskan untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan kami. Tetapi, Ibu juga tak pernah melalaikan kami anak-anaknya. Perhatian Ibu selalu cukup bagi kami. Kami juga tak pernah melupakan Tuhan. Kami rajin beribadah meskipun tanpa Ayah. Setiap malam kami juga tetap bersaat teduh dan berdoa. Kami selalu menangis bila berdoa untuk Ayah.
Tahun-tahun telah berlalu, tetapi Ayah tak juga pulang. Teman-teman Ibu dan juga para saudara menyarankan agar Ibu menikah lagi dan berhenti mengharapkan Ayah kembali. Namun Ibu selalu menolak. Ibu selalu mengatakan bahwa janji pernikahan yang diucapkan di depan Tuhan hanya boleh dipisahkan oleh kematian dan Ibu yakin Ayah masih hidup disuatu tempat. Ibu memilih sendiri membesarkan kami berdua. Ibu tak pernah menyalahkan kepergian Ayah. Ibu selalu yakin bahwa semua yang terjadi tak lepas dari campur tangan Allah dan semua itu terjadi pasti ada maksud Tuhan yang tersembunyi. Ibu juga menasehati kami agar tidak mendendam kepada Ayah, tetapi agar kami mengampuninya bila kelak ia kembali. Kami terus berharap dan setia menunggu jawaban dari Tuhan.
Seperti seorang janda dalam Lukas 18:1-8, yang tak pernah lelah meminta kepada seorang hakim yang lalim. Kami percaya Tuhan Yesus yang jauh lebih baik akan mengabulkan doa kami.
Tujuh belas tahun telah genap. Kakak sudah menjadi dokter dan saya sudah duduk di semester akhir fakultas hukum. Kami tahu betapa berat jalan yang sudah kami lewati. Meskipun demikian kami tetap berdoa untuk Ayah. Kami rindu Ayah dapat berkumpul kembali bersama kami sebelum saya di wisuda nanti.
Suatu malam, ketika kami baru saja menyelesaikan waktu teduh kami, pintu diketuk seseorang. Ibu membukanya. Sesaat kami melihat Ibu tertegun. Kami segera berdiri dan ingin tahu siapa yang datang. “Ayah…!” saya dan kakak berteriak dan segera berlari memeluk Ayah. Meskipun ia kelihatan tua, tetapi kami tidak melupakan wajahnya. Malam itu kami menumpahkan segenap kerinduan yang telah begitu lama tersimpan. Kami tidak menanyakan kenapa Ayah pergi. Kami percaya bahwa itu diijinkan Tuhan terjadi untuk mendatangkan kebaikan bagi kami. Asal kami tidak menjadi lemah, Tuhan Yesus akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya".

Ddari cerita diatas, benarlah bahwa yang mungkin sering kita lupakan, bahwa doa dan pergumulan kita akan berakhir dengan kebahagiaan asal kita telah siap menerima jawabab atas doa kita. Bila Anda ditinggalkan, disakiti oleh orang yang Anda kasihi dan Anda ingin ia kembali, terlebih dahulu Anda harus mengampuninya dan siap menyambutnya sebagaimana ia sebelum meninggalkan dan menyakiti Anda.

Kepahitan hidup terkadang demikian dalam dan sangat menyakitkan, sehingga teramat sulit untuk mengampuni mereka yang menimbulkan kepahitan tersebut. Namun Yesus berkata bahwa kita tidak akan mengalami pengampunanNya bila kita tidak memiliki roh yang mengampuni.

Pada Perang Dunia II, Corrie Ten Boom dan saudara perempuannya Betsie ditahan karena menyembunyikan orang Yahudi dan dikirim ke suatu kamp konsentrasi di Jerman. Betsie akhirnya meninggal perlahan-lahan dan menggenaskan akibat perlakuan kejam yang dialaminya.
Kemudian, pada tahun 1947, Corrie berbicara tentang pengampunan Allah di sebuah gereja di Munich. Setelah itu, seorang pria mencarinya. Ia mengenali pria tersebut sebagai salah seorang pengawal yang memperlakukan Betsie dan dirinya secara kejam. Pria itu mengatakan bahwa ia telah menjadi seorang Kristen, dan dengan tangan terulur pria tersebut memohon pengampunannya.
Corrie bergumul dengan perasaannya, namun ketika ia ingat akan kata-kata Yesus dalam Matius 6:15, ia tahu bahwa ia harus mengampuni. Ia berdoa dalam hati, "Yesus, tolonglah saya!" dan mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan orang yang dahulu menyiksanya. (sabda)

Memang sikap pengampunan itu sulit karena kecenderungan manusia itu adalah sikap untuk membalaskan dendam. Maka tidak heranlah, banyak terjadi perang antar keluarga, antar suku, antar kelompok yang diawali oleh karena konflik individu dan tidak diselesaikan dengan suatu perdamaian, karena tidak mau mengampuni.

Salah satu karakteristik dari orang percaya adalah mau mengampuni. Seorang mahasiswa sebuah seminari di selatan Chicago biasanya mengemudikan bis dalam perjalanan ke sekolah. Pada satu hari, komplotan pemuda yang bengis naik ke bisnya dan menolak untuk membayar ongkos. Pemuda ini segera menghentikan bisnya setelah melihat seorang polisi dan melaporkan gerombolan pemuda berandal ini. Setelah berhasil menyuruh mereka membayar, polisi itu pun pergi. Ternyata setelah membelok di sebuah tikungan, gerombolan tersebut menghentikan bis dan memukuli pemuda itu berulang kali.
Komplotan ini berhasil ditangkap, diajukan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah. Segera setelah hukuman mereka diumumkan, mahasiswa tersebut meminta izin kepada hakim untuk melayani mereka selama di penjara. Hakim dan anggota komplotan itu menjadi terkejut. "Hal ini saya lakukan karena saya mengampuni mereka," jelasnya. Permintaannya ditolak, namun pada bulan-bulan berikutnya, ia mengunjungi anak-anak muda ini dan berhasil membawa beberapa dari mereka untuk percaya kepada Yesus Kristus.

Ketika saudara-saudara Yusuf berdiri di hadapannya di Mesir untuk meminta makanan, Yusuf menghadapi pergumulan yang berat. Bertahun-tahun yang silam, orang-orang inilah yang telah merencanakan untuk membunuhnya, dan sekalipun akhirnya mereka berubah pikiran, mereka menjualnya sebagai budak. Saat ini Yusuf berada dalam posisi memegang kekuasaan dan memiliki kesempatan untuk membalas dendam.
Yusuf dikisahkan menangis dalam beberapa pasal, dalam beberapa keadaan. Ini mau menunjukkan bahwa pengampunan itu memang bukan sesuatu hal yang mudah. Yusuf diperhadapkan dengan situasi dimana ia harus mengampuni saudara-saudaranya yang telah membuatnya menderita bertahun-tahun; mereka berniat untuk membunuhnya, memasukkannya kedalam sumur, bahkan akhinya menjualnya sebagai budak.
Dapat kita bayangkan bagaimana Yusuf berseru meminta pertolongan ketika ia di dalam sumur, bagaimana ia sedang menangis ketika mulai diikat dan sebagai budak mulai diseret oleh yang membelinya.
Sebenarnya dengan mudah, yusuf bisa saja memanggil pengawalnya dan menghukum mereka sebagai mata-mata dan menyelesesaikan dendamnya. Tetapi Yusuf mengambil suatu keputusan yang luar biasa, yakni mengampuni saudara-saudaranya. Dan sebagai akibatnya, keluarga besar Yusuf dipulihkan. Dan keluarga Yakub pun mendapatkan tanah penggembalaan di Gosen.

Lepaskan pengampunan, maka Tuhan akan memberkati engkau dan pasti kehidupanmu akan senantiasa diwarnai dengan sukacita dan damai sejahtera.
Apakah Anda telah melakukan kesalahan? Sebagaimana Anda percaya bahwa Kristus mengampuni Anda, mintalah kepadaNya kemampuan untuk mengampuni orang lain.

"Janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu" (Efesus 4:26).
Dan Yakobus memberi kita bimbingan yang bijaksana ketika ia berkata agar kita,
"hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah" (Yakobus 1:19-20).
Jangan lupa bahwa,
"Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah pembunuh manusia" (1Yohanes 3:15). Oleh karena itu, betapa pentingnya untuk tidak pernah membesarkan buah kebencian yang pahit!
“Segala kepahitan (kebencian), kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (Ef. 4:31-32).
“Karena itu sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemah lembutan dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain, apabila seorang menaruh dendam terhadap yang lain sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian dan diatas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan (Kol. 3:12-14)
“Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: aku menyesal, engkau harus mengampuni dia (Lukas 17:4).

Alkitab memiliki jawaban terbaik terhadap pertanyaan bagaimana mengampuni, yakni: Dengan mengampuni orang lain sebagaimana Allah telah mengampuni kita.
Pikirkanlah tentang karunia dan pengampunan Allah yang telah diberikan kepada kita melalui pengorbanan Kristus di atas kayu salib ketika kita masih berdosa (Roma 5:8). Pikirkanlah tentang Yesus saat Dia berdoa bagi penyalib-Nya, "Bapa, ampuni mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34). Pikirkanlah tentang pengampunan yang diberikan Allah kepada kita ketika kita bertobat dan mengakui dosa-dosa kita (1Yohanes 1:9). Pikirkanlah tentang bagaimana Roh Kudus menolong kita melaksanakan perintah Paulus, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Efesus 4:32).

Sebenarnya, kita tidak membutuhkan teknik baru tentang pengampunan. Metode kuno ini, metode Allah, benar-benar ampuh bila kita mau menggunakannya dengan sungguh-sungguh.
Saya tidak mengatakan, bahwa mengampuni itu mudah. Mengampuni itu adalah suatu keputusan yang berat namun harus dilakukan.
Jika pengampunan sungguh-sungguh diterapkan, maka perang, balas dendam, akar pahit, permusuhan, pertikaian, kebencian tidak akan terjadi.

Selamat menjalani kehidupan baru dengan dengan prinsip yang baru "PENGAMPUNAN"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar