Rabu, 30 September 2009

INDONESIA MENANGIS



(Bagaimana Anak Tuhan meresponi Penderitaan)


Kalimat INDONESIA MENANGIS seringkali muncul ketika bencana demi bencana menimpa atau terjadi di bangsa Indonesia. Memang ketika melihat bencana demi bencana yang terjadi di bangsa Indonesia ini, sangat sulit bagi kita untuk menahan aliran air mata. Kita semua tahu bahwa air mata tidak saja mengalir ketika kita mengalami bencana, karena air mata juga bisa mengalir ketika kita menyanyikan lagu pujian, ketika kita sendirian, dll. Paling sering air mata mengalir ketika kita mengalami suatu perasaan yang tidak bisa diuraikan dengan kata-kata. Inilah realita yang dialami oleh sebagian rakyat Indonesia. Sejak bencana tsunami di Aceh, gempa bumi di Nias, Padang, Bandung, dan dibeberapa daerah selatan Sumatera, Lumpur Lapindo, bencana di Jogjakarta dan sekitarnya, banjir bandang, air bah, tanah longsor dan gempa bumi di berbagai daerah, peristiwa Situ Gintung sampai kepada bencana yang terjadi akhir-akhir ini di Jawa barat, Mandailing Natal, dan dan gempa dengan kekuatan 7,6 SR yang barusan menimpa warga di Sumatera barat telah membuat rakyat yang ada di daerah tersebut khususnya dan seluruh rakyat Indonesia menangis. Siapa yang tidak akan sedih dan terharu melihat suatu penderitaan yang luar biasa ini. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal, bahkan ratusan ribu orang meninggal dunia. Dan sebagai ungkapan rasa sedih, banyak orang tidak bisa berkata-kata lagi selain meneteskan air mata. Hal ini telah mengundang simpati dari berbagai Negara untuk membantu rakyat Indonesia yang ditimpa bencana dengan harapan bisa mengobati perasaan sedih dan dukacita dari rakyat Indonesia yang terus menerus menangis hingga saat ini. Tetapi apakah rasa solidaritas ini sungguh telah membuat rakyat Indonesia tidak menangis lagi? Dari semua peristiwa ini banyak orang, baik Kristen maupun non Kristen mulai bertanya-tanya, apa arti bencana dan penderitaan ini? Mengapa ini harus terjadi? Mengapa keluarga saya yang harus menerima semua ini? Siapa yang salah dan perlu dipersalahkan? Tidak sedikit orang yang menyalahkan kepemimpinan di bangsa ini. Mereka merasa apa yang terjadi di bangsa ini adalah karena bangsa ini salah memilih seorang pemimpin. Pemikiran seperti ini tentu saja tidak benar. Ketika peristiwa ini kita hubungkan dengan Tuhan, maka kencenderungan umum adalah menyalahkan Tuhan, juga langsung melemparkan tanggung jawab kepadaNya. Dengan melihat sifat-sifat Allah, orang akan beranggapan bahwa jika Allah itu baik dan mengasihi umat manusia, maka Ia pasti akan menghindarkan umat yang dikasihiNya dari penderitaan. Dan Ia pasti tahu bagaimana caranya untuk mengindarkan manusia dari penderitaan. Tetapi, mengapa Allah tetap membiarkan dan mengijinkan manusia mengalami penderitaan? Apakah peristiwa yang terjadi di berbagai daerah Indonesia disebabkan karena dosa mereka? Dalam hal ini kita harus berhati-hati. Karena memang ada hal-hal tertentu dimana penderitaan, kita kaitkan dengan dosa. Bahkan banyak peristiwa yang diceritakan dalam Alkitab, bagaimana Tuhan menghukum manusia karena dosa mereka. Tetapi kita sama sekali tidak boleh menyamakan antara penderitaan seseorang dengan dosanya. Yohanes pasal 9 mengajarkan hal ini, ketika Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta. Perhatikan bahwa Tuhan Yesus tidak menyatakan bahwa penderitaan orang tersebut sebagai akibat langsung dari pembalasan atas dosa. Demikian pula Ia tidak menyatakan bahwa hal itu terjadi begitu saja. Sebaliknya ada alasan dan tidak berkaitan dengan dosanya, tetapi untuk kemuliaan Tuhan. Akan tetapi, kita juga tidak boleh menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara penderitaan manusia dan murka Allah yang akan mendidik kita. Karena Alkitab mengatakan bahwa Allah memang menghajar orang yang dikasihiNya, dan bagian dari proses tersebut adalah mengalami rasa sakit dan penderitaan. Perhatikan Lukas 13:1-5, Tuhan Yesus menceritakan tentang orang yang mati di timpa menara dekat Siloam. Apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus? Ia berkata, “tetapi jika --kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian”. Memang seringkali kita bingung ketika melihat penderitaan atau bencana yang terjadi di Indonesia saat ini, karena kita sudah terbiasa dengan kemurahan dan kesabaran Allah. Tetapi yang perlu kita sadari bahwa semua bencana yang terjadi di Indonesia ini, tidak merupakan kebetulan. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa orang percaya akan dibebaskan dari penderitaan dan bencana-bencana di dunia ini. Tidak ada satupun ayat dari Alkitab yang mengatakan bahwa orang percaya kebal terhadap penderitaan (Filipi 1:29). Sebab Sering kali Allah mengijinkan kita menderita agar kita mengerti bahwa kepedihan adalah bagian dari hidup. Semua penderitaan terjadi berdasarkan kedaulatan Allah. Allah mengetahui dan mengijinkannya (Roma 8:28). Jika Allah turut bekerja dalam segala sesuatu maka, PERLUKAH KITA MENANGIS melihat penderitaan yang terjadi di bangsa ini? Bukankah kita diajarkan untuk bersukacita senantiasa dan dalam segala hal?

Ini merupakan pertanyaan yang sulit, akan tetapi tidak berarti tidak ada jawabannya. Pertama-tama kita harus melihat, kenapa sampai rakyat INDONESIA MENANGIS. Jika tangisan ini hanya merupakan suatu ungkapan rasa prihatin terhadap sesama kita yang menderita, maka ini merupakan sesuatu yang tidak salah dan wajar. Akan tetapi menjadi tidak wajar ketika kita dikuasai oleh perasaan sedih yang melebihi batasan yang diajarkan oleh Alkitab kepada kita, yakni suatu perasaan dukacita yang berlebihan (I Tesalonika 4:13). Sebagai orang percaya kita harus meyakini bahwa Allah bukanlah suatu pribadi yang tidak berperasaan dan tidak mau tahu tentang umatNya dan penderitaan mereka. Allah kita tidak saja mengetahui penderitaan, tetapi juga merasakannya. Tidak ada kesakitan ataupun penderitaan yang pernah menimpa kita tanpa melalui hati dan tangan Allah lebih dahulu. Betapapun berat penderitaan yang kita alami, hendaknya kita ingat bahwa Allah adalah penderita yang agung. Allah sangat memahami penderitaan dan dukacita. Jika kita mengerti sedikit saja tentang salib Kristus, kita pasti mengerti bahwa Allah memahami penderitaan. Walaupun penderitaan kadang merupakan hukuman Allah, tetapi kita tidak boleh melupakan bahwa kesalahan-kesalahan manusia juga banyak menimbulkan kesusahan dan penderitaan di dunia ini. Misalnya, banyak orang meninggal karena konstruksi bangunan yang tidak baik, kecelakaan karena mengendarai dalam keadaan mabuk, penipuan, pencurian, pembunuhan dll. Kita sama sekali tidak bisa menyalahkan Allah untuk segala penderitaan ini. Terlalu banyak peristiwa yang mungkin sangat menyakitkan kita, tetapi sesungguhnya mau menjelaskan kepada kita, bahwa walaupun kita dengan pasti mengetahui semua penderitaan itu sesuai dengan rancangan Allah, tetapi ada hal-hal tertentu mengenai penderitaan yang Allah tidak berkenan mengungkapkannya (Ulangan 29:29). Disinilah iman kita benar-benar diuji. Dan seringkali disinilah kita akan bertanya, “mengapa Tuhan?”. Tetapi jika Tuhan tidak berkehendak untuk menjawabnya, Dia akan menunggu sampai kita dapat melihat masalah secara keseluruhan Mengenai bencana-bencana yang terjadi di Indonesia, kita harus melihat apakah ini disebabkan oleh kesalahan dari manusia atau tidak. Karena tidak sedikit bencana yang terjadi karena kesalahan manusia yang tidak mau menghiraukan peringatan-peringatan yang diberikan oleh gejala-gejala alam. Misalnya gelombang air pasang, banjir, dsb. Dan biasanya kita dapat mengetahui penderitaan yang diakibatkan oleh perbuatan kita sendiri. Oleh karena itu, ketika kita mendapati suatu kenyataan bahwa bencana demi bencana yang terjadi di bangsa Indonesia ini karena kesalahan sendiri, maka kita tidak perlu larut dalam perasaan dukacita yang mendalam apalagi terus menerus menangis. Inilah saatnya bagi kita untuk introspeksi dan mengoreksi diri kita masing-masing. Ini bukan saatnya kita saling menyalahkan. Tetapi ini adalah saat dimana kita harus saling mendoakan, menguatkan, dan mengingatkan kepada rakyat Indonesia untuk datang kepada Tuhan Yesus. Karena hanya Dialah satu-satunya penghibur yang sejati. Kita juga harus mengingatkan, bahwa penderitaan bukan akhir dari segala-galanya dan kita bisa terlepas dari penderitaaan. Seringkali kita akan dipakai Tuhan untuk membawa kelepasan terhadap penderitaan orang lain. Oleh karena itu ungkapan rasa solidaritas sangat perlu sekali. Kita harus ikut memiliki kepedulian terhadap orang lain yang mengalami penderitaan. Kita harus menunjukkan kasih kita kepada mereka, bukan sebaliknya ikut terus-menerus menangis seperti orang yang tidak percaya. Kita dapat memberi makan orang-orang yang kelaparan, memberi pakaian kepada orang yang tidak memilikinya, mengunjungi dan memperhatikan orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Jika bencana yang terjadi dialami oleh kita yang sudah percaya dan beriman sungguh-sungguh kepada Kristus, kita harus menyadari bahwa seringkali penderitaan itu sendiri diijinkan dan dipakai oleh Allah untuk menyucikan iman kita. Karena kita juga dipanggil untuk berani menghadapi penderitaan. Allah tidak pernah meminta kita untuk mengerti. Yang kita perlukan hanyalah percaya kepadaNya sama seperti kita juga hanya meminta anak-anak kita untuk memepercayai kasih kita. Saya tidak mengerti apa yang menjadi penderitaan terberat dan terbesar Anda saat ini. Tetapi saya tahu, tidak ada penderitaan yang melebihi kesanggupan kita untuk menaggungnya, karena Tuhan telah memberikan kemampuan didalam diri kita. Seringkali kita tidak menyadari kemampuan ini. Di dalam penderitaan, seringkali kita merasa seperti Tuhan telah membiarkan kita seorang diri, tetapi sebenarnya tidak demikian. Sesungguhnya Tuhan tidak meninggalkan kita. Ia tidak pernah membuang kita. Karena Ia berjanji tidak akan pernah meningalkan dan membiarkan kita (Ibrani 13:5). Bahkan ketika seolah-olah kita dibiarkan berjalan sendiri, maka mata Tuhan akan semakin tajam memperhatikan kita anak-anakNya (Amsal 15:3). Maukah Anda mempercayai hal ini? Jika kita mempercayai hal ini, maka dengan perasaan lega, tenang serta gembira, kita dapat mengaminkan bahwa “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita semua.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar